August 16, 2010

Tahun Baru Kelabu

Masih terbekas di anganku kenangan setahun lalu saat aku menjadi siswa pertukaran pelajaran di negeri Paman Sam. Catatan – catatan kecil menjadi album kenangan yang sampai sekarang masih sering kubuka. Kedengarannya tabu jika seorang anak laki – laki yang berusia delapan belas tahun suka menulis di sebuah buku harian. Inilah kenyataannya dan akupun tak menghiraukan apa yang orang katakan.

Sebelum berangkat, aku tak biasa menulis setiap kejadian yang terjadi setiap hari. Jangankan menulis, buka harisan saja tak punya. Namun, entah mengapa sejak hari pertama aku menginjakkan kaki di Amerika Serikat, tanganku tak pernah lelah untuk menulis. Setiap hari sebelum tidur, sebuah buku agenda berwarna hitam menjadi teman setia curahan hatiku.

Cerita yang aku tuliskan memang bermacam – macam. Kisah – kasih di sekolah, hubungan dengan keluarga angkat, momen – momen di hari – hari istimewa. Ratusan cerita tertulis walaupun tak semuanya tertulis dengan tulisan yang mudah untuk dibaca. Iya, saya tak begitu mempunyai tulisan tangan yang begitu bagus.

31 Desember 2009
Perayaan malam tahun baru di Seattle Center sampai jam 3 pagi – Hampir setiap orang berciuman dan berpelukan sebagai wujud kegembiraan pergantian tahun.
Eits, jangan salah sangka dulu. Aku bukanlah salah satu pelakunya. Kebetulan, saat itu aku dan kedua temaku, Wasis Purnomo dan Muhammad Ardiyansyah, menjadi saksi kuncinya.

Kami kaget bukan main ketika menyaksikan dengan mata kepala kami saat tua muda laki perempuan seakan tak ada rasa canggung untuk mengekspresikan ungkapan kegembiraan mereka. Tiga jam kami di sana dan selama itu pulalah hati kami diliputi suasana ketidaknyamanan dan penolakan.

Tak lama berselang, kami memutuskan untuk pulang ke rumah Ardi. Rintik hujan menambah dinginnya kota Seattle pagi itu. Hiruk pikuk kota begitu terlihat. Lalu lalang mobil dan padatnya pejalan kaki menambah semarak pergantian tahun di sana.
Kekhawatiran mulai muncul di masing – masing pikiran kami. Suasana kota saat itu tidaklah begitu aman walaupun banyak polisi yang memang telah berjaga-jaga untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang mungkin terjadi. Hampir setiap orang yang berpapasan dengan kami, mereka sudah dalam keadaan mabuk.

‘’ Semoga tidak akan merampok atau menodong kita ya teman – teman. ‘’ Ungkap Wasis.
‘’Ah... Tenang sajalah, kan sudah banyak polisi di sekitar kita. Kalaupun mereka menodong, kita lari saja ’’ Sahut Ardi dengan PD-nya.
Akupun hanya bisa diam dan berdoa di dalam hati semoga apa yang dikatakan oleh Wasis takkan terjadi. Kami terus berjalan menuju pelabuhan yang menjadi tempat di mana kami akan menyebrang.

Waktu menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Aku membuka kertas informasi berisi jadwal fery yang akan kami tumpangi. Pagi ini, aku dan Wasis memang akan menginap di rumah Ardi di Bainbridge Island , tempat di mana Ardi tinggal.

‘‘ Aduh, fery terakhir akan berlabuh pukul 02.15. Kita hanya punya waktu sekitar 15 menit untuk mencapai pelabuhan.’’ Sahutku.
Lima belas menit adalah waktu yang sangat singkat untuk berjalan menuju pelabuhan sekaligus membeli tiket fery di sana. Tak ada pilihan lain selain berlari hampir satu kilometer dari tempat kami terakhir ngoborol. Kalau terlambat datang, resikonya adalah menunggu fery yang lainnya hingga pukul 05.00. Tentunya itu bukanlah pilihan yang tepat.
‘’ Hmm, kalo misal kita telat bisa berabe nih. ‘’ Kata Ardi
“ Udahlah jangan banyak ngomong. Buruan lari atau kita akan ketinggalan kapal .” Jawabku.

Aku dan teman – teman mulai kelelahan. Belum lagi rasa kantuk yang semakin menjadi – jadi. Namun itu semua tak mengendurkan semangat kami untuk terus berlari. Ingin rasanya segera sampai di rumah Ardi sehingga kami bisa beristirahat sebelum bertolak pulang esok hari.
Semangat kamipun akhirnya membuahkan hasil. Tepat lima menit sebelum fery berlabuh, kami tiba di pelabuhan. Masing – masing dari kami segera menuju loket untuk membeli tiket. Tiketpun telah berada dalam genggaman.

‘’ Alhamdulillah, akhirnya kita ga telat. “ Wasis berkata dengan gembira.
Beberapa saat kemudian, kapalpun berlabuh menuju Bainbridge Island. Lega rasanya ketika aku dan kedua temanku telah berada di dalam kapal. Petualangan di malam tahun baru akhirnya berakhir sudah.

4 comments:

Anonymous said...

first coment. kykny tahun barumu ga kelabu2 amat, yang penting ga sendirian ^^. hei ga tabu kog nulis buku harian, dr semua post diblogmu bisa dijadiin buku. buktinya si raditya dika bisa terkenal krn buku hariannya.
(Met puasa)

Grandika Septia Primadani said...

haha. pertamax gan.
ide kamu sebenarnya bagus banget. aku juga pengen nulis buku sih. cuman kadang kesibukan sekolah menerjang segalanya. nulis blog aja sekarang jadi jarang.
(khusus yang postingan ini sebenarnya buat tugas Bahasa Indonesia sih) hehe

Anonymous said...

^_^ owh buat tugas ya, btw aq pembaca setia blogmu lowh. seneng deh km dah balik ke kediri lg... eh punya kaskus ya? tuh kan kata2 khasnya orang kaskus (pertamax & agan).

Grandika Septia Primadani said...

haha, masa sih? makasih banyak lho. :).
ga punya, cuman suka aja sama dua kata itu.